Rabu, 06 Oktober 2010


SUSUNAN PENGURUS IKATAN APOTEKER KOTA MAGELANG PERIODE 2010 - 2014
SK : 027/PD-IAI/JTG/SK/VIII/10


Dewan Penasehat

Hosanna Suryowidagdo, S.Si.,Apt
Drs. A. Priyono, Apt
Dra. Tri Partini
Dra, Susiani, Apt








KETUA

Paulus Ari Yuono, S.Si., Apt

Wakil

Fabianus Herman KAW., S.FArm., Apt

Sekertaris

Lusia Andika Kris Pratiwi, S.Farm., Apt

Bendahara

Lilik Sugiastuti, S.Si., Apt

Bidang Pendidikan
Koord & Sub Bid Farmasi Rumah Sakit
Vivanty Pemi Lusika, S.Farm., Apt

Sub Bid Komunitas

Lorensryanita, S.Si., Apt

Bidang Pengabdian Masyarakat

Wahyu Asih, S.Farm., Apt

Rabu, 17 Juni 2009

PENDIDIKAN FARMASI BERKELANJUTAN 7 MARET 2009


Materi "Peduli Koleterol salah satu upaya pencegahan Penyakit Jantung Koroner" ditinjau dari asuhan kefarmasian


Peduli Kolesterol melalui Asuhan Kefarmasian
AM Wara Kusharwanti

Pendahuluan
Salah satu upaya pencegahan penyakit jantung koroner adalah dengan cara pengendalian kolesterol. Hiperkolesterolemia adalah meningkatnya kolesterol total, yang ditandai dengan peningkatan kolesterol LDL karena jumlahnya sekitar 65-75% dari total kolesterol plasma. Begitu sulitnya bagi penderita mencapai target pengendalian kolesterol menimbulkan pertanyaan tersendiri, misalnya apakah terapi yang diberikan sudah bisa mencapai target? Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap pencapaian kadar kolesterol terutama LDL? Apa saja yang dapat dilakukan oleh Farmasis untuk membantu penderita?
Sebelum membicarakan tentang kondisi atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian kolesterol, ada baiknya mengetahui tentang tujuan terapi dan kriteria pengobatan. Pada tahun 2004, National Cholesterol Education Program (NCEP) melaporkan 5 besar clinical trial untuk melengkapi Adult Treatment Panel III (ATP III) yang diluncurkan pada tahun 2001. Ke-lima trial ini, the Heart Protection Study (HPS), the Prospective Study of Pravastatin in the Elderly at Risk (PROSPER) study, the Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial-Lipid-Lowering Trial (ALLHAT-LLT), the Anglo-Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-Lipid-Lowering Arm (ASCOT-LLA), dan the Pravastatin or Atorvastatin Evaluation and Infection-Thrombolysis in Myocardial Infarction 22 (PROVE IT-TIMI 22) trial.
Atas dasar review ini, NCEP meng-update pedoman yang baru meliputi pemilihan terapi untuk mencapai kolesterol LDL <
Disampaikan pada Acara Pendidikan Farmasi Berkelanjutan ISFI-PC Kota Magelang, 7 Maret 2009
Praktisi Farmasi klinik di RS Panti Rapih, Jogjakarta
Efektivitas Terapi
Tujuan terapi jangka pendek (4 – 6 minggu)
Menurunkan LDL sesuai dengan kategori risiko
Kategori Risiko
Target LDL
Risiko tinggi
<100>40 mg/dL
Tujuan terapi jangka panjang:
Menurunkan risiko penyakit jantung koroner
Menurunkan risiko stroke
Menghambat atherosclerosis
Mencegah pancreatitis (karena hipertrigliseridemia berat)
Farmakoterapi
Pengobatan standard terhadap hiperkolesterolemia:
Statin (HMG-CoA reductase inhibitor)
Convenient, karena dosis satu kali sehari
Efikasi ekivalen di antara golongan statin (dalam perbaikan profil lipoprotein dan penurunan mortalitas pada penyakit kardiovaskuler)
Ezetimib, bile acid sequestrans (resin) atau niacin merupakan terapi alternatif apabila LDL belum sesuai target atau bila pasien tidak toleran terhadap statin
HMG-CoA reductase inhibitor (statin)
Farmakologi: secara kompetitif menghambat HMG-CoA reductase yang selektif, memperlambat enzim dalam memproduksi mevalonate, suatu precursor kolesterol dan sterol yang lain.
Dosis Statin yang dibutuhkan untuk penurunan 30-40% kolesterol LDL

Obat
Dosis (mg/hari)
Penurunan LDL (%)
Atorvastatin
10
39
Fluvastatin
40-80
25-35
Lovastatin
40
31
Pravastatin
40
34
Rosuvastatin
5-10
39-45
Simvastatin
20-40
35-41

Efikasi:
· Penurunan LDL sebesar 18-55%
· Penurunan trigliserida 7-30%
· Peningkatan HDL 5-15%
· Pemberian malam hari/sebelum tidur akan lebih efektif

Pedoman dosis:
Ø Atorvastatin (Lipitor™)
· Dosis awal: 10-20 mg/hari dengan atau tanpa makanan. Target penurunan LDL >45% bisa dimulai dengan pemberian 40 mg/hari
· Penyesuaian dosis: interval 2-4 minggu
· Dosis maksimal: 80 mg/hari
Ø Fluvastatin (Lescol™)
· Dosis awal: 20 mg/hari, diberikan malam sebelum tidur dengan atau tanpa makanan. Target penurunan LDL >25% bisa dimulai dengan pemberian 40 mg sekali sehari atau dua kali sehari 40 mg
· Penyesuaian: interval 4 minggu
· Dosis maksimal: 80 mg/hari
Ø Fluvastatin (Lescol XL™)
· Dosis awal: Target penurunan LDL >25% bisa dimulai dengan pemberian 40 mg/hari malam sebelum tidur.
· Penyesuaian: hanya tersedia 80 mg, tablet tidak boleh dibelah, digerus ataupun dikunyah
· Dosis maksimal: 80 mg/hari
Ø Lovastatin (immediate release)
· Dosis awal: 20 mg/hari diberikan sewaktu makan malam.
· Penyesuaian dosis: interval 4 minggu atau lebih
· Dosis maksimal: 80 mg/hari. Kurva dosis-respon linear hingga 120 mg, respon terhadap dosis yang lebih tinggi belum pernah diteliti
· Pasien yang juga mendapat imunosupresan (mis Cyclosporine) memulai terapi lovastatin dengan dosis 10 mg/hari dan tidak boleh lebih dari 20 mg/hari. Pemberian bersama dengan golongan fibrate tidak boleh lebih dari 20 mg/hari dan pada pasien yang juga mendapat terapi amiodarone, niacin atau verapamil tidak boleh lebih dari 40 mg/hari
Ø Lovastatin (extended release)
· Dosis awal: 20,40 dan 60 mg/hari diberikan malam sebelum tidur. Kurva dosis-respon linear dari 10 mg hingga 60 mg.
· Penyesuaian: interval 4 minggu atau lebih
· Dosis maksimal: 60 mg/hari
Ø Pravastatin (Pravachol™)
· Dosis awal: 40 mg/hari tanpa dipengaruhi makanan.
· Penyesuaian: interval 4 minggu, dengan rentang dosis 10-80 mg
· Dosis maksimal: 80 mg/hari
· Penyesuaian dosis pada gagal ginjal, dosis awal 10 mg/hari
· Penyesuaian dosis pada pemberian bersama obat imunosupresan (mis. Cyclosporine) dosis awal 10 mg/hari kemudian naikkan dengan hati-hati, maksimal 20 mg/hari
· Penggunaan pada anak-anak dengan ‘heterozygous familial hypercholesterolemia:
§ 8-13 th: 20 mg/hari
§ 14-18 th: 40 mg/hari
Ø Rosuvastatin (Crestor™)
· Dosis awal: 10 mg/hari tanpa dipengaruhi makanan. Dapat dimulai dengan dosis 20 mg/hari pada pasien hiperkolesterolemia berat
· Penyesuaian: interval 2 minggu, dapat ditingkatkan hingga 20 mg/hari. Rentang dosis 5-40 mg/hari
· Maksimal: 40 mg/hari
· Penyesuaian dosis pada gagal ginjal: ClCr <30>1 th postmenarche) dengan heterozygous familial hypercholesterolemia, dosis awal: 10 mg pada malam hari, maksimal 40 mg/hari
Bile acid sequestran (Resin)
Farmakologi: mengikat asam empedu pada intestinal sehingga memutus sirkulasi enterohepatik dan meningkatkan ekskresinya melalui feces. Kondisi ini akan menstimulasi hepar untuk mensintesa asam empedu dari kolesterol.

Efikasi:
· Menurunkan LDL 15-30%
· Tidak mempengaruhi trigliserida
· Meningkatkan HDL 3-5%

Pedoman dosis:
Cholestyramine
· Dosis awal: 4 gram, diberikan 1-2 kali sehari
· Penyesuaian dosis: interval 4 minggu atau lebih. Dosis dapat ditingkatkan bertahap hingga 8-16 gram/hari diberikan dalam dosis terbagi (biasanya 2 kali)
· Maksimal: 24 gram/hari
· Cholestyramine akan mengikat obat lain yang diberikan sebelum satu jam atau dalam waktu 6 jam setelah penggunaan cholestyramine sehingga absorpsinya tidak optimal. Penyerapan vitamin yang larut lemak seperti A, D, E dan K juga akan berkurang.

Nicotinic acid (Niacin; vitamin B3)
Farmakologi: menurunkan sintesa VLDL dan LDL dari hepar dan mengurangi esterifikasi hepatik dari trigliserida

Efikasi:
· Menurunkan LDL 5-25%
· Menurunkan trigliserida 20-50%
· Meningkatkan HDL 15-35%

Pedoman dosis:
Niaspan™ prolonged release tab 375, 500, 750,1000 mg
· Dosis awal: 500 mg, diberikan 1 X sehari sebelum tidur selama 4 minggu, kemudian ditingkatkan menjadi 1 g sebelum tidur, selama 4 minggu
· Penyesuaian dosis: tingkatkan dosis secara bertahap dengan penambahan 500 mg per hari dengan interval 4 minggu.
· Maksimal: 2 gram/hari
· Pemberian bersama lovastatin: dosis maksimal Lovastatin 40 mg/hari

Derivat asam fibrate:
Farmakologi: meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase dan menurunkan sintesa serta sekresi VLDL dari liver.

Efikasi:
· Menurunkan LDL 5-10%
· Menurunkan trigliserida 20-50%
· Meningkatkan HDL 10-20%

Pedoman dosis:
Fenofibrate
· Dosis awal: 67 mg/hari sewaktu makan
· Penyesuaian: tiap 6 minggu
· Maksimal: 200 mg/hari

Gemfibrozil
· Dosis awal: 1200 mg/hari terbagi dalam 2 kali pemberian ,30 menit sebelum makan
· Penyesuaian: Bila responnya tidak membaik dalam 3 bulan, terapi dihentikan.
· Maksimal: 1,5 gram

Ezetimib
Farmakologi: secara selektif menghambat absorpsi kolesterol pada ’brush border’ pada usus halus.

Efikasi:
Menurunkan LDL 18-25% terutama bila dikombinasi dengan statin

Pedoman dosis:
Ezetimib
· Dosis awal: 10 mg/hari dengan atau tanpa makanan
· Maksimal: 50 mg/hari
· Diberikan pada waktu bersamaan dengan penghambat HMG-CoA reductase
· Penggunaan bersama dengan bile acid sequestran, diberikan 2 jam sebelum atau 4 jam setelah bile acid sequestran

KEAMANAN:

Penghambat HMG-CoA reductase (Statin)
Kontraindikasi: Kehamilan (kategori X), laktasi, gangguan liver aktif, peningkatan serum transaminase yang tidak diketahui penyebabnya.

Pertimbangan penghentian obat: myopathy, myalgia, myositis, rhabdomyolysis, kadar enzim transaminase lebih tinggi dari 3 kali lipat batas atas normal

Gejala myopathy dapat terjadi sewaktu-waktu selama terapi. Myopathy lebih sering terjadi pada penggunaan statin dosis tinggi. Beberapa faktor risiko lain yang dapat meningkatkan risiko myopathy adalah:
· Usia lanjut (>80 tahun, lebih sering pada wanita dibanding pria)
· Berbadan kecil dan lemah
· Multisystem disease (mis insufisiensi renal, terutama karena diabetes)
· Multiple medications
· Perioperative periods
· Pemberian bersama obat-obat sbb:
o Fibrates (terutama gemfibrozil), asam nikotinat ≥ 1g/hari (jarang), cyclosporine, antifungal azole: itraconazole, ketoconazole, antibiotika makrolida, erythromycin, clarithromycin, penghambat HIV-protease, verapamil dan amiodarone
· Penyalahgunaan alkohol

Peningkatan enzim transaminase lebih dari 3 kali batas atas normal terjadi pada 0,5-3,3% pasien dan tergantung besarnya dosis. Penurunan dosis biasanya dapat menurunkan kembali kadar enzim transaminase,

Adverse drug reactions: Kejadian ADR karena penggunaan statin memiliki frekuensi yang kurang lebih sama pada semua statin. Sekitar 5% pasien mengalami gangguan GI (diare, konstipasi, flatulensi, nyeri perut dan mual). Sakit kepala (4-9%), rash (3-5%), dizziness (3-5%) dan pandangan kabur (1-2%) serta ADR lainnya.

Bile acid sequestran (resin)
Kontraindikasi: obstruksi bilier atau obstruksi saluran cerna

Adverse drug reactions:
Cholestyramine: setidaknya 70% pasien mengeluhkan adanya gangguan saluran cerna. Perlu dilakukan peningkatan dosis secara bertahap setiap minggunya untuk meminimalkan efek samping pada saluran cerna (terutama konstipasi, flatulensi. Biasanya konstipasi yang terjadi dapat diatasi dengan pengobatan standard (Laksatif, pelunak feses atau memperbanyak asupan cairan dan serat). Keluhan seperti mual, rasa panas pada ulu hati, nyeri perut, kembung dan sering bersendawa, biasanya berkurang dengan sendirinya. Anak-anak mengalami gangguan yang lebih ringan dibanding orang dewasa.

Nicotinic acid (Niacin; vit B3)
Kontraindikasi: hipotensi berat, perdarahan arteri, gangguan hepar, peningkatan enzim transaminase, gangguan ulkus lambung aktif, gout.

Pertimbangan penghentian obat: Peningkatan liver enzim > 3 kali lipat nilai batas atas normal memperlihatkan adanya hepatotoksisitas. Pada kasus ini pasien mengalami gejala seperti rasa lelah, tidak nafsu makan, malaise dan mual. Peningkatan transaminase hampir selalu disebabkan oleh penggunaan niacin lepas lambat dan dosis > 1.500 mg per hari. Obat ini harus digunakan hati-hati bila dikombinasi dengan statin karena potensial peningkatan toksisitas terhadap hepar.

Adverse drug reaction: Hampir semua pasien yang mendapatkan niacin mengalami ’flushing’ pada leher dan wajah, itching atau sakit kepala. Kadang-kadang juga terjadi rash dan gangguan perut, yang biasanya disebabkan oleh penggunaan tablet lepas lambat. Dapat meningkatkan kadar gula darah, asam urat dan enzim transaminase. Hipotensi postural dapat terjadi, terutama bila digunakan bersama antihipertensi atau diminum dengan alkohol atau air panas.

Toksisitas:
Flushing pada leher dan wajah dipengaruhi oleh oleh kecepatan peningkatan kadar obat dalam serum dibanding konsentrasi serum absolut. Kondisi flushing semakin terasa bila dilakukan peningkatan dosis, namu hal ini akan akan menghilang dengan sendirinya setelah 1-2 minggu. Untuk mengurangi gangguan ini, obat dapat diberikan bersama makanan, peningkatan dosis secara titrasi dan bertahap, atau sebelumnya diberikan premedikasi dengan aspirin atau ibuprofen 30-60 menit sebelum minum obat.

Derivat Asam Fibrat
Kontraindikasi: disfungsi hepar atau renal, terutama sirosis bilier, adanya riwayat batu saluran kemih.

Pertimbangan penghentian obat:
Adanya fibrilasi atrial dan peningkatan enzim hepar akan kembali normal bila obat dihentikan. Rhabdomyolysis yang ditandai dengan adanya peningkatan CK dapat memperparah gagal ginjal terutama kombinasi gemfibrozil dengan lovastatin. Efek ini terjadi dalam waktu beberapa inggu hingga beberapa bulan setelah menerima kombinasi obat ini. Banyak literatur menyarankan untuk tidak memberikan kombinasi gemfibrozil dengan golongan statin, tetapi fenofibrat nampaknya tidak mempengaruhi katabolisme statin.

Adverse drug reaction: dispepsia (20%) nyeri perut (10%), diare (7%), rasa lelah (3%), serta mual dan muntah (3%). Adanya apendisitis akut, dizziness, eczema, rash, vertigo, konstipasi, sakit perut dan paresthesia hanya terjadi pada sekitar 1-2%.

Ezetimib:
Kontraindikasi: tidak diketahui

Adverse drug reaction: umumnya dapat ditoleransi, meskipun ada keluhan sakit kepala (8%), arthralgia (4%), diare (3-4%), dan sinusitis (4-5%).

COMPLIANCE (Kepatuhan)

Pedoman Umum:
Efektivitas: keberhasilan pengobatan dan perubahan gaya hidup dapat dievaluasi dengan melihat profil lipoprotein.

Penghambat HMG-CoA reductase (Statin)
Evaluasi rutin terhadap creatine kinase nampaknya tidak perlu dilakukan sejauh pasien tidak mengalami gangguan klinis/sakit otot, namun pasien diharap bisa melaporkan sesegera mungkin apabila mengalami nyeri otot, badan lemah atau urin berwarna kecoklatan.
Hindari konsumsi alcohol berlebihan




Bile acid sequestran (Resin)
Penyiapan Cholestyramine: Campur 1 sacchet powder dengan 60-180 ml air atau minuman nonkarbonasi. Powder harus dicampur dengan air atau cairan lain seperti kuah sayur atau diblender bersama buah-buahan.


Nicotinic acid (Niacin)
· Digunakan bersama makanan
· Pada awal terapi/penambahan dosis bisa muncul flushing, namun akan menghilang dalam 1-2 minggu
· Guna mengurangi flushing, obat diminum bersama makanan, 30-60 menit sebelumnya diberikan aspirin atau ibuprofen (atau NSAID yang lain)
· Flushing lebih sering terjadi pada bila niacin diberikan bersama minuman panas atau mengandung alkohol

Derivat asam fibrat
Fenofibrate: diinum sewaktu makan
Gemfibrozil: Diminum 30 menit sebelum sarapan atau makan malam

Hal-hal yang perlu dilakukan pasien:
Modifikasi gaya hidup:
· Diet rendah kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh (<7% n="833)">100 unit/L, terapi harus dihentikan.


Referensi:

1. NCEP, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adult (Adult Treatment Panel III), 2001, National Institute of Health
2. LaFleur, J, 2-Minute Consultation: Target Hyperlipidemia, Pharmacy Times, September 2008, diakses dari http://www.pharmacytimes.com/issues/articles/2008-09_009.asp
3. Cipolle, 2004, Hypercholesterolemia Care Plan Guidelines, Peters Institute of Pharmaceutical Care
4. McKenney,JM, 2001, New Guidelines for Managing Hypercholesterolemia, American Pharmaceutical Association
5. Meade, LT, 2007, Barriers to Achieving LDL Cholesterol Goals, US Pharmacist 2007;32(3):66-71
6. Ohlsen, S dan Rogers, D, 2004, Reducing hyperlipidaemia and CHD, The Pharmaceutical Journal (vol 273) 24 Juli 2004


KEGIATAN PFB ISFI KOTA MAGELANG 7 MARET 2009


Pada tanggal 7 Maret 2009 PC ISFI Kota Magelang mengadakan Pendidikan Farmasi Berkelanjutan dengan tema "Peduli Kolesterol salah satu Upaya pencegahan Penyakit Jantung Koroner" pada kesempatan tersebut 2 orang narasumber memberikan informasi yang di hadiri oleh Apoteker se Kedu. Naresumber yang pertama adalah

dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD.,Sp.JP., FIHA dari bagian kardiologi RSUP dr. Sarjito Yogyakarta

nara sumber yang kedua adalah

Dra. AM Wara Kusharwanti, M.Si., Apt.

adapun rangkaian materi yang di sampaikan sebagai berikut:


PEDULI KOLESTEROL, SALAH SATU PENCEGAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
Patofisiologi, Diagnosis dan penatalaksanaan

Lucia Kris Dinarti
Bagian Kardiologi
FK UGM / RSUP Dr.Sarjito
Yogyakarta


Pendahuluan

Transisi epidemiologi telah menempatkan berbagai jenis penyakit degeneratif menjadi masalah utama kesehatan masyarakat menggantikan berbagai penyakit infeksi seperti pada beberapa dekade yang lampau. Salah satu penyakit degeneratif yang angka kejadiannya terus meningkat seiring waktu adalah penyakit jantung koroner (PJK). PJK telah tercatat sebagai penyebab kematian utama pada manusia di negara-negara maju, mungkin pula di negara kita. Di USA, PJK menyumbang 733.834 kematian jiwa atau sekitar 31,6 % dari jumlah kematian total selama tahun 1996. Inggris merupakan salah satu negara dengan tingkat kematian dikarenakan PJK yang tertinggi di antara negara-negara maju lainnya. The Health Survey for England (1996) menyatakan bahwa 3% dari penduduk dewasa disana mengalami angina serta 0.5% dari penduduk dewasa telah mengalami infark miokard dalam waktu 1 tahun terakhir. Satu dari empat laki-laki dan satu dari lima wanita di Inggris meninggal dunia disebabkan oleh PJK. Belum terdapat data yang sahih di Indonesia, tetapi sebagai gambaran, terdapat tidak kurang dari 500 kasus serangan jantung per tahunnya di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita-Jakarta.
PJK merupakan penyakit yang masih merupakan permasalahan baik dalam hal pencegahan, deteksi dini maupun penanganannya. Walaupun dalam dua dekade belakangan ini case fatality rate dari kejadian PJK telah menurun sekitar 50 % dari sebelumnya seiring dengan kemajuan dalam hal metode prevensi dan terapinya, PJK masih merupakan penyebab utama dari disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung kronik sebagai komplikasi lanjutannya.
Kita ketahui bahwa ada beberapa factor risiko penyakit jantung koroner seperti hipertensi, dyslipidemia, diabetes mellitus, merokok, riwayat keluarga, kegemukan. Dari beberapa factor risiko koroner tadi ternyata dyslipidemia dianggap yang paling bertnggung jawab terhadap kejadian penyakit jantung koroner. Penanganan sebaiknya telah dimulai sejak penderita memiliki faktor resiko dan follow up rutin diperlukan untuk mencegah kejadian serangan jantung yang pertama (pencegahan primer). Bagaimanapun pencegahan terhadap serangan jantung yang pertama adalah upaya dengan outcome terbaik sehingga dewasa ini telah terdapat begitu banyak penelitian yang memfokuskan pada terapi profilaksis terhadap PJK.
Proses atherotrombosis yang merupakan penyebab masalah dalam PJK tidak mungkin terjadi demikian saja tanpa dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yang dikenal sebagai faktor-faktor resiko kejadian PJK. Pertambahan usia, post-menopause pada wanita, dan adanya riwayat keluarga merupakan faktor-faktor resiko PJK yang tidak dapat dihindari. Lebih penting bagi klinisi untuk mengenali faktor-faktor resiko utama PJK yang dapat diubah atau dimodifikasi seperti merokok, obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, gangguan profil lipid (LDL dan trigliserid yang tinggi serta HDL yang rendah), Obstructive Sleep Apnea (OSA), gaya hidup borjuis (banyak makan dan malas-malasan, sedikit aktivitas fisik) serta pola psikologis negatif (stress psikis, ansietas dan depresi). Umumnya pasien dengan PJK memiliki serentetan faktor resiko kompleks dan tidak jarang memiliki beberapa penyakit penyerta lainnya seperti riwayat stroke, insufisiensi renal maupun diabetes mellitus. Pengendalian sedini mungkin terhadap faktor resiko yang ada akan sangat berperanan dalam manajemen PJK secara keseluruhan.

Spektrum Klinis

PJK merupakan suatu spektrum penyakit yang bersifat progresif dan memiliki manifestasi klinis bervariasi dari asimtomatik, suatu angina stabil, sindrom koroner akut bahkan kematian mendadak (sudden cardiac death). Pada awalnya variasi klinis dari PJK tersebut diperkirakan karena perbedaan besarnya oklusi lumen pembuluh koroner dikarenakan proses atherosklerosis. Pada waktu itu dipercaya bahwa semakin besar plak atheroma dan semakin berat stenosis yang ditimbulkannya maka semakin mudah pula untuk terjadinya SKA. Namun pada kenyataannya justru lebih banyak penderita dengan stenosis ringan-sedang yang mengalami kejadian SKA. Sejumlah penelitian mutakhir akhirnya menyatakan bahwa progresi plak atherom tersebut tidak berjalan sedemikian liniernya melainkan terdapat periode-periode akut tertentu yang disebabkan oleh karena ruptur atau erosi dari plak atherom dan diikuti dengan trombogenesis sehingga menimbulkan oklusi parsial maupun total yang mendadak pada aliran koroner. Kejadian oklusi yang mendadak tersebut potensial menimbulkan kematian dari otot-otot jantung karena sistem kolateral tidak sempat berfungsi. Pemahaman akan terjadinya ruptur dan erosi mendadak dari plak atherom tersebut telah menimbulkan metode pendekatan baru dalam penanganan PJK. Sindrom klinis yang terkait dengan kejadian akut tersebut disebut sebagai Sindrom Koroner Akut (SKA) yang penting untuk dikenali untuk kepentingan terapi.

Yang disebut sebagai SKA adalah kondisi klinis meliputi;
Pasien dengan angina pectoris yang tak stabil ( Unstable Angina/ UA)
Pasien dengan infark miokard tanpa disertai elevasi segmen ST pada rekaman elektrokardiogram (Non ST-Elevasi Myocardial Infarction/ N-STEMI )
Pasien dengan infark miokard dengan terdapatnya elevasi segmen ST pada rekaman elektrokardiogram ( ST-Elevasi Myocardial Infarction / STEMI ).

Ketiga keadaan klinis ini penting untuk dibedakan antara satu dengan yang lainnya terkait dengan keperluan reperfusi yang mendesak atau tidak, serta perlu pula dibedakan dari Angina Stabil karena SKA merupakan suatu kegawatdaruratan dengan ancaman komplikasi yang serius sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Resiko kematian pada SKA (UA, N-STEMI dan STEMI) lebih tinggi daripada PJK yang stabil lainnya yaitu sekitar 5-10 % dalam pemantauan 1 bulan pasca serangan.



Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Dinding pembuluh koroner bagian dalam dilapisi oleh endotel yang sangat berperanan dalam hemodinamika sistem kardiovaskuler. Normalnya lapisan endotel sangat licin dan protektif sehingga tidak memungkinkan sel-sel darah seperti trombosit dan monosit maupun senyawa kolesterol LDL menempel di dinding pembuluh darah atau menyusup ke dalamnya. Fungsi dari endotel ini dapat terganggu oleh karena trauma kronis pada endotel yang disebabkan oleh berbagai faktor resiko PJK seperti stress oksidatif dari rokok dan hiperglikemia, hipertensi, hiperlipidemia,dll. Disfungsi endotel merupakan pangkal dari rentetan proses atherogenesis selanjutnya. Disfungsi endotel memungkinkan terjadinya akumulasi lipid dan trombosit yang progresif di kemudian waktu.
Pada keadaan disfungsi endotel, monosit akan mudah menyusup ke subendotel dan mengubah diri menjadi sel makrofag yang rakus. Selanjutnya sel makrofag ini akan memfagositosis kolesterol LDL yang telah teroksidasi (oxLDL) untuk membentuk sel busa (foam cell). Sel busa suatu saat akan mengalami kematian dan meninggalkan suatu lesi berupa fatty streak pada lapisan subendotel, yang merupakan lesi awal dari dari plak atheroma. Proses selanjutnya adalah proliferasi dari otot polos dan matriks dinding pembuluh darah ke arah fatty streak sehingga terbentuklah suatu plak dengan senyawa lipid di tengahnya (lipid core).
Lipid core tersebut diselimuti oleh suatu kapsul fibrosa yang terdiri atas jaringan ikat.
Bila suatu plak atheroma memiliki kapsul fibrosa yang tebal dan kuat disertai lipid core yang lebih pada di dalamnya maka disebut sebagai plak stabil. Namun jika lipid core lebih dominan dengan ditutupi kapsul yang tipis maka disebut plak tidak stabil, yang tentunya lebih mudah erosi maupun ruptur di kemudian hari dikarenakan suatu faktor pemicu. Jadi bila dicermati, terdapat 2 macam plak atheroma pada pembuluh koroner yaitu plak stabil dan plak tak stabil.. Jadi untuk terjadi SKA bukan lagi tergantung pada besar kecilnya suatu plak atheroma melainkan tergantung pada tipe plaknya, apakah plak stabil atau tak stabil. Plak tak stabil lebih terkait terhadap kejadian SKA, sedangkan plak stabil umumnya bermanifestasi klinis sebagai angina stabil.
Setengah kasus SKA didahului oleh faktor pemicu yang khas seperti latihan fisik yang berat, stress psikis, hawa dingin, infeksi atau trauma berat, lebih banyak terjadi pada pagi hari maupun aktivitas yang berhubungan dengan simpatisasi berlebih yang akan meningkatkan tekanan darah dan aliran koroner tiba-tiba. Diperlukan suatu pencetus untuk menimbulkan rupturnya plak yang tak stabil. Demikian dirangkumkan beberapa faktor pencetus yang turut mempengaruhi instabilitas dan memicu ruptur plak atheroma;
karakteristik internal plak; besarnya, lokasinya, kepadatan lipid core, dan tebalnya kapsul yang yang menyelimuti
disfungsi endotel
proliferasi dan apoptosis otot polos
infeksi
aktivitas mediator dan sel-sel inflamasi (terutama infiltrasi makrofag yang menghasilkan enzim metaloprotease yang mampu menghancurkan matriks plak)
faktor-faktor farmakologik

Kejadian selanjutnya setelah terjadinya robekan pada plak adalah trombogenesis. Akan terjadi trombosis pada daerah robekan diawali dengan adhesi platelet kemudian agregasi platelet dan diikuti dengan terbentuknya fibrin melalui pengaktifan faktor-faktor koagulasi darah. Akhirnya terbentuklah white clot yang merupakan gumpalan dini pada daerah plak yang ruptur. Selanjutnya datanglah eritrosit untuk menutupi seluru permukaan white clot sehingga terbentuklah red clot. Sebagai respon terhadap disfungsi dan adanya luka pada endotel maka terjadilah vasokonstriksi yang akan memperberat proses oklusi pada pembuluh koroner sehingga menimbulkan manifestasi klinis sebagai Sindrom Koroner Akut (SKA). Proses trombogenesis akut adalah kunci utama dalam patofisiologi SKA.

Diagnosis

SKA merupakan suatu kegawatdaruratan dalam bidang kardiologi sehingga identifikasi dini, penegakkan diagnosa secara tepat dan penanganan adekwat diperlukan untuk menghindarkan resiko mortalitas maupun morbiditas yang ditimbulkannya. Dalam penanganan SKA dikenal prinsip time is muscle, muscle means life. Semakin cepat penanganan maka akan meminimalkan luasnya kerusakan otot jantung sehingga fungsi ventrikel dapat dipertahankan se-optimal mungkin demi tercapainya kualitas hidup penderita dalam jangka panjang ke depan.
Diagnosa SKA harus dapat ditegakkan dengan cepat dan tepat dengan berdasarkan 3 kriteria utama yaitu;
anamnesa yang cermat akan adanya nyeri dada yang khas
elektrokardiogram (EKG)
pemeriksaan cardiac marker
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa merupakan modalitas yang sangat penting dalam penegakan diagnosa SKA, hal tersebut dikarenakan seringkali pemeriksaan fisik pada pasien SKA tidak memberikan tanda-tanda yang berarti. Pemeriksaan fisik terutama hanya menunjukkan adanya tanda-tanda komplikasi pasca serangan misalnya dengan terdapatnya gallop, bising jantung terkait regurgitasi mitral atau ruptur septal, hipotensi atau shock, tanda-tanda bendungan paru akut, tanda-tanda simpatisasi serta adanya aritmia.
Nyeri dada tipikal (angina) adalah gejala kardinal pada kejadian SKA. Adalah penting bagi klinisi untuk mampu mengenal nyeri dada yang berasal dari iskemia / infark miokard dan membedakannya dengan nyeri dada lainnya. Nyeri dada tipikal dibedakan dengan nyeri dada lainnya berdasarkan lokasi nyeri dan penjalarannya, sifat karakteristik nyerinya, durasi, faktor pencetus dan peredanya, faktor penyertanya, serta dengan menanyakan adanya faktor-faktor resiko PJK. Nyeri dada tipikal yang mengarah pada SKA adalah nyeri dada akut berupa rasa berat seperti tertekan yang berasal dari retrosternal atau dada sebelah kiri dan dapat menjalar hingga ke kerongkongan, rahang, bahu, punggung serta lengan kiri. Tidak jarang pada infark di inferior gejala yang dirasakan penderita berupa epigastric pain sehingga tidak jarang terlewatkan oleh klinisi jika pemeriksaan penunjang lainnya tidak dilakukan. Gejala tersebut muncul umumnya dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen bagi otot jantung.


Nyeri dada yang terkait dengan infark miokard umumnya berlangsung lebih dari 15 menit dan tidak mudah mereda walaupun sudah beristirahat dan menggunakan preparat nitrat. Nyeri dapat dirasakan sedemikian hebatnya dan disertai dengan tanda-tanda simpatisasi seperti keringat dingin, takikardia, mual dan muntah. Tidak jarang penderita datang telah dalam kondisi sesak napas dikarenakan disfungsi ventrikel kiri sebagai salah satu komplikasi SKA. Unstable Angina sendiri dapat tampil berupa tiga jenis presentasi klinis yang membedakannya dengan Stable Angina yaitu ;
angina yang terjadi saat istirahat (rest angina)
angina yang baru pertama kali dialami (new onset angina)
angina yang memberat dalam hal frekuensi maupun durasinya
2. Elektrokardiogram (EKG)
EKG 12 sadapan adalah pemeriksaan penunjang terpenting dan terpraktis dalam penegakan diagnosa SKA. Sesuai dengan algoritma Advanced Cardiac Life Support (ACLS) terbaru, pasien dengan nyeri dada akut yang dicurigai sebagai suatu SKA harus dilakukan perekaman EKG untuk selanjutnya akan diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok utama untuk kepentingan terapi lanjutannya.
Pengelompokan pasien dengan nyeri dada tipikal tersebut berdasarkan triase EKG adalah ;
Kelompok dengan gambaran EKG ST-elevasi (STEMI) atau Left Bundle Branch Block (LBBB) onset baru. Merupakan kecurigaan yang kuat akan terjadinya injury maupun infark.
Kelompok dengan gambaran EKG ST-depresi atau inversi gelombang T yang dinamis (UA resiko tinggi / N-STEMI). Merupakan kecurigaan yang kuat akan suatu proses iskemia miokard.
Kelompok dengan gambaran EKG dalam batas normal atau tidak spesifik. Merupakan UA resiko rendah-menengah.

Penderita SKA dengan gambaran EKG berupa ST-elevasi atau LBBB baru dan memiliki waktu onset <> 0.1 mV pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan dan atau > 0.2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan. ST elevasi pada suatu kelompok sadapan akan diikuti oleh depresi ST pada sadapan kontralateral lainnya sebagai suatu fenomena elektrik saat terjadinya infark. Selanjutnya perlahan gelombang T akan turun dan menjadi inversi yang diikuti pula dengan terbentuknya gelombang Q yang lebar dan dalam (Q patologik) sebagai penanda adanya kematian / infark dari miokard bersangkutan. Segmen ST dalam beberapa hari berikutnya akan turun kembali ke garis isoelektrik sehingga selanjutnya sisa gambaran EKG pada infark berupa adanya Q patologik disertai dengan inversi gelombang T. Oleh karena itu EKG serial dibutuhkan dalam diagnosis yang akurat serta follow up. Selain sebagai pendukung diagnosis SKA, melalui EKG juga dapat diperkirakan lokasi miokard yang mengalami infark.

3. Pemeriksaan Cardiac Marker
Cardiac marker berguna untuk mendeteksi adanya kerusakan otot jantung. Menurut Panduan ACC/AHA dan ESC 2007, terdapat 3 cardiac marker yang dianjurkan yaitu cardiac specific Troponin I (TnI) / Troponin T (TnT), creatine kinase myocardial band (CKMB) dan myoglobin. Peningkatan kadar cardiac marker tersebut lebih dari 2 kali nilai normal mengindikasikan adanya kerusakan otot jantung.
Beberapa hal terkait dengan cardiac marker ;
- cardiac specific Troponin merupakan gold standard untuk mendeteksi kerusakan miokard pada pasien yang dicurigai SKA karena cardiac marker ini sangat spesifik terhadap otot jantung
- cardiac Troponin positif pada pasien dengan klinis SKA merupakan indikator pasien resiko tinggi
- CKMB masih merupakan cardiac marker unggulan untuk deteksi dini infark miokard serta pada kecurigaan akan adanya infark miokard rekuren (angina post-infark).
- Myoglobin adalah penanda yang sangat sensitif untuk kejadian infark miokard, namun bersifat kurang spesifik (negative predictive value).

Spektrum Klinis Sindrom Koroner Akut
Jenis
Nyeri dada
EKG
Cardiac marker
UA
Rest angina, new onset angina, crescendo angina; bisa mereda dengan nitrat
Depresi ST, inversi T, tidak ada Q patologik
normal
NSTEMI
Nyeri lebih berat dan lama (>30 mnt);
Tidak kunjung mereda dengan nitrat, memerlukan opioid
Depresi ST, inversi T yang dalam
meningkat
STEMI
Nyeri lebih berat dan lama ( >30 mnt); tidak mereda dengan nitrat, memerlukan opioid
Hiperakut T, elevasi ST,
Q patologik, inversi T
meningkat
Kesimpulan

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner yang bersifat kegawatdaruratan. SKA sendiri merupakan suatu spektrum klinis yang terdiri atas Unstable Angina (UA), Non-ST Elevesi Myocardial Infarction (NSTEMI) dan ST-Elevasi Myocardial Infarction (STEMI). Presentasi klinis tersebut terjadi disebabkan oleh adanya ruptur atau erosi dari plak atheroma pada pembuluh koroner. Proses trombogenesis akut merupakan kunci utama patofisiologi SKA. Penanganan factor 2 risiko khususnya dyslipidemia sangat penting dalam upaya pencegahan terhadap penyakit jantung koroner Identifikasi dan penanganan dini diperlukan untuk menekan angka mortalitas maupun morbiditas. Terdapat 3 modalitas diagnosa yang penting pada SKA yaitu anamnesa adekwat terhadap nyeri dada, perekaman EKG dan pemeriksaan cardiac marker (terutama CKMB dan cardiac Troponin).


DAFTAR PUSTAKA
Mihai Gheorghiade, Robert O. Bonow, Coronary Artery Disease, In: H. David Humes, Kelley’s Textbook of Internal Medicine. 4th edition. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins; 2000.Ch.72
Eric. J Topol, Frans J. Van de Worf, Acute Myocardial Infarction: Early Diagnosis and Management, In: Eric J.Topol, Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2002
Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi, Sindrom Koroner Akut dan Gagal Jantung. Jakarta: Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita; 2001
Sjaharuddin Harun, Tommy P.Sibuea. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular VI; Juli 2007; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Penerbit FKUI; 2007
Huon H.Gray, Keith D.Dawkins, cs. Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga; 2003
H.L.Brooks, K.C.Preuss, cs, Basic Concepts of Myocardial Infarction, In: Harold L.Brooks, Electrocardiography: 100 Diagnostic Criteria. USA; Year Book Medical Publishers, Inc; 1987.p.35-50
Bambang Irawan, Pathogenesis of Acute Coronary Syndrome, In: Workshop Acute Coronary Syndrome, 4th Jogja Cardiology Update; Juli 2008; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta: Penerbit FK UGM; 2008.p.5-20.
John M.Field, editors. Advanced Cardiovascular Life Support Provider Manual. USA: American Heart Association; 2006





Kamis, 04 Juni 2009

Susunan Pengurus ISFI Kota Magelang Periode 2006-2010


KOMPOSISI PERSONALIA PENGURUS CABANG
IKATAN SARJANA FARMASI INDONESIA
KOTA MAGELANG MASA BAKTI TAHUN 2006 – 2010
SK No. 30/ ISFI – JTG/ SK/ VIII/ 06


Ketua : Hosanna Suryowidagdo, S.Si., Apt
Sekertaris I : Paulus Ari Yuono, S.Si., Apt
Sekertaris II : Lanny Natalia Ratna Setiawati, S.Farm., Apt
Bendahara : Lilik Sugiastuti, S.Si., Apt

Bidang – Bidang
Organisasi
Koordinator : Dra. Subaryati, Apt
Anggota : Drs. Budi Santoso, MPPM., Apt
Citraningtyas Retno Anggraini, S.Farm., Apt

Farmasi Rumah Sakit
Koordinator : Drs. Akhmad Priyono, Apt
Anggota : Dra. Susiani, Apt
Dra. Tri Partini., Apt
Dini Hapsari, S.Si., Apt

Farmasi Komunitas
Koordinator : Tori, S.Si., M.Si., Apt
Anggota : Erna Winarni Praptiningsih, S.Farm., Apt
Agustinus Nahumury, S.Si., Apt
Dra. Fatmah Umar Assegaff, Apt

Pendidikan & Pengabdian Masyarakat
Koordinator : Drs. A. Yuswanto, SU., PhD., Apt
Anggota : Dra. Partini, Apt
Dra. Suhastuti, Apt

Selasa, 02 Juni 2009

SELAYANG ISFI KOTA MAGELANG



Kota Magelang merupakan kota "Jasa" dengan slogan "HARAPAN" berada di wilayah Jawa Tengah memiliki 3 buah kecamatan.


Sebagai Kota Jasa Magelang memiliki beberapa sektor pelayanan bidang kesehatan diantaranya : Pelayanan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintah, pelayanan Bidang Apotek, sarana pelayanan kecantikan dengan pengawasan apoteker.


Dalam pengawasan tenaga kesehatan khususnya apoteker wadah yang ada menaungi profesi tersebut adalah PC ISFI Kota Magelang( Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ) dengan sekertariat di Jl. A. Yani 104 Magelang. Pelayanan sekertariat ISFI Kota Magelang setiap hari Senin hingga Sabtu pukul 11.00 hingga 15.00 WIB. Dalam menciptakan pelyanan yang prima pelayanan konsultasi selama 24 jam dilakukan dengan fasilitas HP dengan nomor contact 0293 5811063 atau melalui email isfi.magelang@yahoo.co.id .

Pelayanan tersebut mencakup pelayanan sumber daya manusia khususnya apoteker, keluhan pelayanan apotek wilayah Magelang, daftar apotek jaga, lokasi apotek Rumah sakit wil Magelang,untuk konsultasi terhadap masyarakat kami melakukan pelayanan konsultasi bidang farmasi.. serta pelayanan lain bidang kefarmasian.